Saturday, December 12, 2015

Kendel, Kandel, Bandel, Ngandel

ANAK-anak pelajar Sekolah Dasar di Kota Bandung mengekspresikan penolakan terhadap korupsi yang merajalela di Indonesia. Mereka melakukan dengan membubuhkan cap tangan di atas kain perca. Lalu menggoreskan spidol hitam dengan kata-kata yang isinya "lenyaplah" korupsi dan koruptor dari bumi Indonesia.
Cap telapak tangan murid-murid SD Kota Bandung itu akan dipajang di Alun-alun Kota Bandung di Hari Antikorupsi pada 9 Desember 2015. Kegiatan yang berlangsung Jumat (27/11/2015) itu sejatinya adalah upaya keras untuk memutus mata rantai korupsi yang menjangkit negeri ini.
Pendidikan antikorupsi sejak dini adalah jalurnya. Melalui upaya semacam itu, kita ingin anak- anak memiliki sifat kendel, kandel, bandel, ngandel. Empat kata ajaran bapak guru bangsa Ki Hajar Dewantara yang jarang terdengar di telinga.
Umumnya, kita hanya mengenal Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Ki Hajar meyakini empat hal itu dapat membentengi manusia dari berbuat curang dan bertindak tanpa landasan yang benar.
Kendel, artinya berani. Maksudnya, kita berupaya sejak dini agar anak-anak berani bersiap dan melakukan apa saja yang baik demi kemajuan dirinya dan orang lain.
Tapi berani saja tidak cukup. Karena banyak tindakan yang dilakukan hanya bermodal berani ternyata salah dan mengganggu orang lain bahkan negara. Apalagi jika tak disertai tanggungjawab. Sebagai contoh, peristiwa ricuh kongres HMI di Pekanbaru, Riau.
Dengan beraninya, sekelompok (oknum) mahasiswa anggota kongres memukul dan melemparkan batu hingga terjadi kericuhan. Kongres yang mestinya menjadi ajang latihan bagi para mahasiswa memimpin negeri ini, malah jadi ajang tawuran dan meluapkan kemarahan. Sejumlah korban terluka dan dilarikan ke rumah sakit. Polisi menemukan banyak alat bukti berupa senjata api rakitan, parang, dan lainnya.
Berita mengejutkan lain, ratusan anggota kongres itu makan di restoran dan tidak membayar. Tindakan yang berani tapi tidak bertanggungjawab. Akhirnya mereka pun ditangkap polisi. Maka, anak-anak perlu memiliki sifat kandel. Maksudnya, anak harus tumbuh dengan ilmu yang luas.
Ilmu itulah yang akan memagari anak berbuat curang atau melanggar hukum. Ilmu yang menyadarkan mereka bahwa korupsi adalah pelanggaran dan dapat membuat hidup sengsara. Banyak contoh yang menggambarkan betapa sakitnya menjadi koruptor yang menjadi penghuni penjara atau wara wiri muncul di televisi dengan status "tersangka korupsi."
Kita juga menginginkan anak-anak tumbuh dengan sifat bandel. Loh? Bandel yang dimaksud Ki Hajar adalah anak-anak haruslah memiliki sifat yang tahan, kuat, resisten, terhadap godaan. Godaan dari semua ajakan berbuat jahat dan curang.
Banyak pejabat di negeri ini sangat tahan terhadap godaan berbuat curang tapi begitu masuk lingkaran kekuasaan, menjadi pejabat eksekutif maupun legislatif, terperangkap korupsi. Akhirnya, penjara pun menjadi rumah mereka.
Agar keberanian, ilmu, dan ketahanan diri terhadap godaan negatif anak-anak menjadi sempurna, Sang pendiri Perguruan Taman Siswa itu, melengkapi sifat lain, yakni ngandel.
Anak Indonesia haruslah ngandel atau percaya diri. Bukan overconvidence! Melainkan percaya diri karena setiap tindakannya dipercaya, dipegang kejujurannya, dan karena kebaikan-kebaikan lainnya.
Karena kebaikan itulah yang mengangkat derajat seseorang baik di dunia maupun ketika sudah wafat. Akhirnya, kita berharap semoga usaha keras para pendidik agar anak-anak memiliki sifat kendel, kandel, bandel, ngandel ini tidak sia-sia dan kalah pengaruh dari derasnya contoh buruk yang diberikan olah para pemimpin bangsa ini. (*)

Sorot, Senin, 30 November 2015 11:02

1 comment:

Unknown said...

akhirnya, muncul juga blognya. Selamat mas..