Tuesday, July 29, 2008

Pelajaran untuk Tetap Optimistis

BEBERAPA hari ini sungguh aku dalam kegelisahan. Gelisah menjalani kehidupan tanpa ada pergeseran kebaikan, seperti kebaikan yang ditunjukan oleh Tuhan sesembahanku, Allah. Subuhku masih sering telat. Masih sering mendzolimi perut, karena ingin menghemat dan akhinya cacing-caing dalam perutku sakit. Masih suka berprasangka buruk terhadap sesama. Masih suka tak peduli dengan laparnya orang lain. Masih mudah mengumpat. Masih sering terpaksa saat menolong. Masih sulit bersyukur. Masih mudah melupakan nikmat Allah. Masih suka lupa dengan kebaikan orangtua, guru dan teman-teman. Dan aku masih saja begitu.

Dan aku sungguh dalam kegelisaan dalam memikirkan harta. Masih saja bingung memikirkan karir. Dan aku maih gelisah memikirkan jodohku. Aku pun masih sulit menghilangkan kebergantunganku pada manusia. Dan aku masuk dalam kondisi psimistis atas kehidupanku mendatang. Sungguh sebuah kebodohan. Padahal aku tahu, Allah lah tempat bergantung segala sesuatu.

Masih dalam kegelisahan, hari ini aku berbincang dengan pak Athian Ali M Da'i. Dia seorang ulama yang tegas dan bijaksana. Aku berbincang bagaiaman Rasulluah Muhammad SAW, melakukan Isra dan Mi'raj. Sebuah peristiwa pejalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Masjidil Aqsha dan naik ke langit dan kembali ke Mekkah pada saat fajar bersama Malaikat Jibril. Dalam peristiwa ini Nabi Muhammad SAW menerima wahyu tentang ibadah Shalat. Sebuah kisah yang tidak bisa diterima oleh akal manusia terlebih mereka yang tak beriman. Bagi mereka yang beriman, peristiwa itu merupakan tanda-tanda kekuasan Allah.

Kuasa Allah nyata tak terbatas. Tinggal mengucap "kun" saja, maka terjadilah apa yang menjadi ketentuan-Nya. Apapun yang tak mungkin dalam pandangan manusia, mungkin dan mudah dalam pandangan Allah SWT. Sebagaimana begitu mudahnya Dia memperjalankan Rasulullah SAW dari Makkah ke Baitul Maqdis, dari bumi yang fana ini menuju hadirat-Nya : Sidratul Muntaha. Singkat saja waktu perjalanan yang ditempuh oleh Baginda Nabi. Cuma satu malam.Aku diingatkan Pak Athian melalui peristiwa Isra Mi'raj, bahwa ada pelajaran agar manusia tetap optimistis. Kuasa Allah untuk mengubah segala kegelisaan, menghapus masalah yang dirasa manusia mustahil. Dan manusia hendaknya tidak putus asa, karena putus asa dekat dengan kekafiran.

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Isra 17:1)

Sungguh Allah maha berkuasa. Tapi, apakah aku ini pantas medapat perhatian Allah dan Dia mau menunjukan kuasanya untuk menghapus segala kegelisahanku. Aku malu. Dan aku masih saja begini. Jauh dari perintah Allah. Saat aku masih berseragam abu-abu, dulu. Pikiranku selalu saja mengatakan, "serasa tidak mungkin aku yang terlahir dari kelurga miskin bisa menyelesaikan kuliah. Serasa tidak mungkin aku yang akan menjadi seorang pekerja bisa memeiliki sepeda motor. Serasa tidak mungkin, aku yang terlahir di kampung bisa sampai di Bandung. Serasa tidak mungkin, aku bisa berbincang dengan orang-orang hebat, orang-orang yang mengabdikan dirinya pada kemuliaan Allah."

Tapi semua itu sudah aku dapatkan. Sungguh kekusaan Allah menjadikan sesuatu yang menurut akal mausia tidak mungkin menjadi mungkin. Begitu banyak nikmat dan pertolongan Allah, tapi aku masih saja belum bisa bersyukur. Begitu banyak rizki yang Allah limpahkan, belum saja aku bersedekah. Begitu banyak kemudahan yang Allah berikan, belum saja aku berbuat baik kepada orang lain.Sungguh aku sudah diperlihatkan dengan begitu banyak kemuliaan dan kekuasaan Allah. Tapi, aku masih saja bingung dan khawatir. Gelisah. Merasa tidak yakin. Lemah. Sungguh Allah tempat bergantung segala sesuatu. Tapi, aku masih saja kebingungan kepada siapa aku harus mengaduh. Aku masih saja bergantung kepada manusia, padahal ia tak berdaya tanpa kuasa Allah. Maafkan aku ya Allah, Tuhan penguasa alam jagad raya.

Sesungguhnya tidak ada yang mustahil jika Engkau menghendakinya. Dan aku mestinya optimistis dengan segala kekhawatiranku, karena Allah maha berkehendak.

Friday, July 25, 2008

Guyon Pilwalkot di Kantor Wartawan

SEJAK hari pertama masa kampanye pemilihan walikota Bandung aku menjadi sering ngomong soal pasangan Trendi (taufikurahman-Deni Triesnahadi alias Abu Syauqi). Maklum kerena tugasku menguntit Trendi. Mereka diusung PKS karena memiliki integritas dan komitmen yang baik untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Kota Bandung, termasuk lingkungannya. Itu kata orang PKS. Awalnya aku hanya mengiyakan saja. Karena sebagai penulis koran tentu tak bisa mengira-ira, apalagi mengarang cerita seperti kebiasaan para cerpenis. Ah, tidak.

Faktanya, selama aku menguntit Trendi, mereka emang okay. Taufikurahman yang doktor jebolan kampus di Inggris jadi jaminan kopetensinya dalam mengelola pemerintahan yang baik. Dan sekarang ia menjadi dosen di ITB. Karena dia seorang akdemisi, tentu akan lebih mendengar omongan para ahli dalam proyek pembangunan infrastruktur kota. Itu juga yang ia janjikan. Tidak seperti pendahulunya yang kebanyakan berorientasi pada kepentingan kontraktor. Anda pasti melihat begitu banyak Mall tumbuh di Kota Bandung bukan? Karena lokasinya hanya beberapa meter dari pasar tradisional, maka, tamatlah riwayat pedagang miskin. Meski tak jaminan, aku melihat dia menajdi imam dan khatib sahat Jumat.

Sementara, Abu Syauqi sudah memberikan teladan dengan mendirikan Rumah Zakat Indonesia. Tahu kan? Lembaga yang selama ini dikenal dekat dengan masyarakat dalam program-program pemberdayaannya. So, masih lebih bagus ketimbang dua calon lain, Dada-Ayi dan Hudaya-Nahadi. Maaf bila subjektif. Meski itu faktanya, sebagai penulis saya tetap berusaha tidak terbawa arus, condong pada satu pasangan dan tidak professional dalam peliputan.

Hanya sekadar untuk meramaikan kantor, saya sering bercanda dengan mewacanakan kebaikan-kebaikan pasangan Trendi atau membawa atribut Trendi ke kantor. Timbulah protes-ptotes dari pendukung lain. Tapi itu juga bercanda, guyon.
Tapi, hari kemarin nampaknya serius. Ada pejabat kantorku yang berkomentar dengan muka serius saat kata-kata Trendi berulang-ulang keluar dari mulutku.

"Professional dong. Jangan jelek-jelekin yang lain. Atau kamu dipindah saja."

Hayah kok serius banget seh om. Kalau aku memihak, kan mudah saja dia menghentikannya. Dipangkas atau tak usah diterbikan saja tulisanku. Beres kan? Okay lah, karena dia emang tak punya selera humor. Atau, bisa jadi sedang ada masalah di keluarganya, atau jangan-jangan dia pendukung pasangan lain. Hahahaa.......alasan yang terakhir sepertinya jauh lebih beralasan.

"Iya, dia itu temannya incumbent," kata temanku.
Wowww..patesan, nesu. Jadi yang gak professional siapa? Kalau aku hanya sekadar bercanda, tapi dia malah main emosi (Perasaan).
Sebagai peliput, aku berusaha tidak akan membawa emosi dalam ruang politik. Toch aku tidak akan memilih karena aku tidak ber-KTP Kota Bandung. Itu sikapku sebagai wartawan.
Sikap pribadiku bagaimana? Aku akan memihak. Memihak pada salah satu calon yang memihak rakyat. Tidak hanya sekadar retorika atau omong kosong belaka. Saat ini mungkin perlu ujian, bukti dan teladan. Tapi setidaknya ada harapan baru pada pemimpin baru yang amanah dan memiliki itikad baik mengubur kemiskinan dan pendidikan mahal. Bukan pemimpin lama yang punya banyak pengalaman. Ya, pengalaman. Pengalaman kegagalan membangun Kota Bandung. Jika aku memilih, aku akan memilih Trendi. Hayah....bikin orang nesu saja.

Tuesday, July 15, 2008

Untuk Lelaki di Pojok Desa

SUNGGUH aku merasa amat bahagia, Kang Rastam menikah. Sebuah cita-cita yang lama kami bicarakan. Kapan kita menikah? Dan Tuhan sudah menjawab keinginan kamu dan mbok-mu. Aku pun sangat mengerti betapa gembiranya 'mbok,' saat kamu memutuskan menikah. Karena kamu lah satu-satunya harapan baginya untuk mepersembahkan cucu yang manis. Adalah sang istri yang akan menemaninya memasak nasi. Mengirim makanan ke sawah. Menyapu halaman. Berbagi kisah, atau mengusap kening ketika kerinduan itu membuncah.

Kira-kira lima tahun lalu aku mengenal Kang Rastam. Sungguh ia telah menipuku. Menipuku dengan penampilannya yang sangat sederhana. Tubuhnya kecil. Kulitnya hitam. Rabutnya acak-acakan. Berbicara tidak jelas. Berjalan membungkuk. Semakin menipu karena sandang yang melekat di tubuhnya hampir tak pernah tersentuh strika listrik. Tapi, ia tak pernah memperdulikan itu. Pakaian bersih sudah cukup baginya. Karena penampilan itu, hampir semua temanku meremehkannya. Hampir saja aku terjebak pada penilain luar. Meski orang suka merendahkan, ia tak penah membalasnya dengan makian. Ia hanya diam dan tersenyum lembut.

Engkau tak mengerti. Kang Rastam rupanya memiliki banyak keterampilan. Merakit komputer, memperbaikinya dan menjadikannya lebih baik.Aku tahu dia memang tinggal di ujung desa. Sangat jauh dari kota. Ketika ia beranjak dari ranjang, orang-orang kampung sudah meramaikan pagi. Berpakian sederhana, dengan bekal secukupnya di punggung. Sebuah "tudung" menghiasi tangan. Tangan lain menjinjing peralatan bercocok tanam. Kang Rasta lantas bergabung dengan mereka. Berjalan menyusuri pematang sawah, lalu menyambut pagi dengan kerja keras. Sawah pun menyambut gembira.

Bila tidak, ia akan duduk santai memandang gunung Slamet di kejauhan sana. Segelas kopi dan "teme mendo" menjadi hidangan paling berselera. Tak ada yang berlebihan. Kehidupannya mengalir tanpa beban. Robingah, sang istri, seolah menjadi penyeimbang kehidupan. Kesulitan suaminya ia cukupkan dengan simpangan uang dari sisa pemberian sang suami. Kang Rastam memiliki kehidupannya sendiri. Angka-angka yang kian merusak kehidupan orang kota, tak mengusiknya. Aku kagum dengan kehidupannya. Sungguh aku ingin pulang, dan menemuimu lagi. Aku ingin belajar hidup tanpa ketamakan harta, sederhana yang menyejukan. Hidup tanpa beban dan berbaik sangka dengan sesama. Hidup penuh kasih dan penghormatan pada sesama. Aku berdoa untuk kebaikanmu. Allah akan menolongmu.

“Berinfaklah di jalan Allah dan janganlah kalian campakkan tanganmu ke dalam kehancuran, berbuatlah baik, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik .” (QS Al-Baqarah 195)

“… Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS Al-Baqarah 112).

Saturday, July 5, 2008

Jika Itu Boleh, Aku akan....

PEREMPUAN "iseng" itu kehilangan semangat. Akivitasnya menjadi tak berwarna. Berdiri mematung lalu menjatuhkan badan di sebuah papan. Perlahan kepalanya merendah di atas lipatan tangan. Tak terdengar olehnya suara hentakan keyboard komputer di pojok sana. Sunyi. Hanya sebuah kursi besi agak reot yang sudah beberapa hari ini ikut diam. Masih setia berteman dengan komputer itu. Pria yang biasa duduk di kursi itu pergi untuk beberapa saat.

"Aku ikut."

Aku tersenyum. Bila itu bisa, aku pasti akan menolongmu. Jika itu boleh aku pasti akan mengantarnya. Jika itu tak menyakiti, aku pasti akan membujuknya. Aku sahabatnya, dan aku juga sahabatmu. Sekali lagi jika itu mungkin, aku akan menjadikan kalian seolah bunga di taman yang bercinta dengan kumbang. Tapi tak bisa, meskipun hanya sekadar "ikut." Apalagi pria itu memang sudah merapatkan hatinya pada perempuan lain. Sementara engkau sudah mengiyakan janji setia pria lain.
Sedih karena kehilangan "iseng," sangatlah wajar. Sedih tak tagi bisa bercakap denganya adalah pantas, karena aku pun merasakan itu. Yang tak pantas adalah kehilangan semangat. Karena sesungguhnya perpisahan itu pasti terjadi. Dan sesungguhnya kita yang terlahir sediri akan kembali sendiri.
Aku ingin mengatakan bahwa rasa suka itu adalah wajar. Dan memaksakan orang lain untuk suka akan menyakitkan. Biarkan dia tahu akan keihlasan rasa suka itu. Dan sesungguhnya jika Tuhan menghendaki, tak seorang pun yang mampu menghalanginya.
Tahukan engkau kawan, bahwa hidup hari ini adalah anugrah. Sepantasnya kita mensyukurinya. Menjadikannya bermakna, dan penuh kesan indah. Kamu bisa melakukannya dengan berbagi kebaikan dengan sesama.
Jika kamu ingin tenang, tenteram dan damai maka Sholatlah, karena sesungguhnya Sholat sangatlah cukup untuk hanya sekedar menyirnakan kesedihan dan segala kerisauan jiwa.

(Wahai orang-orang yang berimana, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat) QS. Al-Baqarah : 153.

Setiap kali Rasulullah SAW dirundung kegelisahan, Rasulullah SAW selalu meminta kepada Bilal bin Rabbah "tenangkanlah kami dengan shalat, wahai Bilal".


Dan aku sudah melihatmu melakukan Shalat. Maka, tenangah jiwa yang sedang gelisah lagi bersedih. Aku ucapkan selamat, karena engkau adalah wanita yang sahalat. Maka, berbahagialah.

Friday, July 4, 2008

Sesungguhnya Bersama Kesulitan ada Kemudahan

AKU tak percaya dengan peristiwa yang menimpa sahabat perempuanku. Tapi itu benar terjadi. Perempuan yang baik, lagi taat kepada suaminya telah disia-siakan. Suaminya telah memutuskan tali penikahan itu dengan cara yang kasar. Sungguh keputusan yang tak bisa diterima akal sehat. Apalagi sudah hadir di tengah mereka seorang bayi laki-laki yang lucu. Sungguh laki-laki itu akan menyesal. Menyesal karena telah berpaling dari perempuan beriman, rajin shalat lagi lembut hatinya.
Sesungguhnya, yang aku tahu, perempuan itu begitu setia. Meyakinkan dirinya bahwa laki-laki itu adalah imamnya. Tahukan engkau lelaki, perempuan shalat lagi beriman lebih lembut hatinya ketimbang perempuan yang meninggalkan shalat. Karenanya, ia akan sangat hormat dengan suaminya.
"Gw tahu Tuhan mengujiku karena aku mampu menjalaninya."
Aku bersyukur karena sahabat perempuanku itu bisa memaknai semua ujian yang menimpanya. Aku yakin peristiwa menyakitkan itu adalah ujian bagi orang shaleh. Berusahalah untuk ikhlas, kaerna sesungguhnya ujian ini menjadi ladang amal yang berlimpah.
Kelak anak lelakimu akan bangga karena kerja keras ibunya. Ia akan tahu bahwa engkau telah merawatnya, mendidiknya dan menjadikan lelaki beriman. Ia akan sayang kepadamu. Maka, tunjukanlah dia dengan banyak kebaikan. Ajari untuk taat dengan Allah. Ajari untuk tidak menyakiti orang lain. Ajari untuk bisa ikhlas. Ajari untuk hormat dengan sesama. Mengapa? Karena Tuhan-mu telah menghadirkan seorang guru dalam bentuk yang lain (sumimu), untuk tidak menyakiti orang lain.
Wahai perempuan shaleh, aku hanya ingin mengingatkan, bahwa sesungguhnya bersama kesulitan akan datang kemudahan. Itu janji Allah. Karenanya, aku tak perlu meyakinkanmu, karena engkau adalah perempuan shaleh.

"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Surat Alam Nasyrah 94)

Aku juga ingin mengatakan bahwa sesungguhnya tetesan air mata itu akan berganti dengan seyum segar (sama banget dengan judul blog aku, www.maskisdian.multiply.com), hujan akan berganti terang, terik matahari akan mengeringkan baju yang basah, dan gelapnya malam akan berakhir dengan datangnya pagi.
Kalau saat ini engkau sedang berjalan di jalan yang menanjak, janganlah bersedih, karena sesungguhynya sesudah itu engkau akan menapaki jalan yang menurun. Maka, bersabarlah.
Karena aku ini lemah, aku memohon kepadamu ya Allah, Jangan pernah tinggalkan aku sedetik pun. Jangan pula Engkau serahkan urusan aku kepadaku meski hanya sedetik, meski hanya setitik, karena sesungguhnya hamba ini lemah. Teramat lemah jika bukan karena kekuatan dari-Mu. Allah, semua urusan bermula dari-Mu, kuserahkan semua itu kembali kepada-Mu, karena aku hanyalah hamba-Mu yang tak memiliki daya upaya dan kekuatan apapun.