Friday, February 29, 2008

Perempuan Bingung atau Tak Punya Hati

MALAM itu angin bertiup pelan. Tapi dinginnya bukan main. Rasanya sampai ke bawah pori-pori kulit. Pak Satpam pun menggulung badan dengan jaket tebal. Itu pun masih belum cukup. Pak satpam lebih memilih memasang kedua bola matanya di balik pos.Aku baru saja selesai membuat ketikan untuk pembacaku tercinta. Sekadar melepas penat dan urat-urat yang berjam-jam dipaksa tegang, aku menyenderkan tubuh di sofa ruang tamu, kantorku. Tak ada siapa-siapa di sana. Hanya sebuah televisi berukuran 21 inchi yang tak jenuh berbicara sendiri.

"Cruuuuut." Sebuah sms masuk ke ponselku. "Aku ingin curhat kak, tapi kakak nggak bisa nelpon ya." Aku balas. "Iya. Emang ade lagi kenapa? "Sms aku tak dibalas. Tak apalah. Mungkin saja, sms yang dikirim adeku itu pulsa terakhir. Atau, dia sudah mengantuk. Atau, dia merasa malas membalas, karena yang diharapkan adalah sebuah percakapan.Aku berusaha melupakan. Tapi tak bisa, bagaimanapun aku telah berjanji untuk memebrikan perhatian padanya. Meskipun hanya sedikit. Dia yang dulu bukan siapa-siapa, sudah aku anggap sebagai saudara perempuanku. Itu mengapa, aku juga kadang masih ingin mengetahui kabarnya, termasuk kesehatannya.

Malam semakin tak memeberi ampun. Dinginnya semakin menghujam. Aku pun tak kuat lagi berlama-lama berada di kantor. Badan ini berbisik, "pulang saja, di kosan kan bisa rebahan." Okay lah. Aku menurut saja. Aku pun melaju dengan kuda besiku menembus malam kelam nan dingin menghujam. Aku berhasil melawan malam yang kejam. Setelah membasuh muka, aku pun membenamkan tubuh di balik selimut.
"Ya Allah, makasih atas semua nikmat yang Engkau berikan hari ini. Jagalan diriku dari jahatnya setan hingga esok hari aku bisa melakukan kewajibanku sebagai manusia. Maafkan aku, atas semua khilafan hari ini. Amin."

"Kukuruyuuuuuuuuuuuuuuk." Pekikan ayam jago dari ponselku membangunkan aku. Malam kejam itu sudah berlalu. Pagi nan cerah menayambut manusia dengan suka cita. Saatnya bekerja. Saatnya berbuat baik pada sesama. "Bismillah.........."
Di hari menjelang siang aku teringat SMS adeku yang tinggal sangat jauh di ujung timur Jawa. Aku khawatir dia sedang mendapati masalah besar. Aku pun mampir ke warung internet. Kebiasaan adeku, tiap hari dia bermain-main Yahoo messger. Yups...tak salah. Dia memang sedang online.
"Mikum...."
"Ini kk mampir ke warnet. Katanya ade mau curhat."
Adeku lama membalas.Dalam hatiku aku menggerutu. Kenapa anak ini, katanya mau curhat. Aku luangkan waktu, dia kok malah lambat membalas. Atau, dia sibuk. Mungkin saja. Aku maklum karena dia juga bekerja di kantor yang luar biasa sibuk. Aku bilang begitu, karena dia sering mengeluh tak bisa meninggalkan kantor karena ia bakal kena damprat para seniornya. Kasihan adeku, untuk makan saja susah tepat waktu. Itu mengapa dia juga sering mengeluh sakit perut.
"Ade, kok lama. Aku bentar lagi pegi, mo kerja lagi."
Adeku kemudian membalas dengan ekpresi senyum. Lalu melanjutkan dengan catatan lain.
"Ya udah, pergi saja. Ceritanya besok-besok saja. Nggak enak kalau buru-buru."
"Loh. Ini kk mampir ke warnet karena mo dengerin cerita kamu.""
Oh, jadi kk mau dengar cerita ade."
"Ya."
"Gini kak, cerita itu bermula seminggu lalu. Badu menelpon dan menyatakan cintanya padaku."Adeku memasukan simbol ekprersi tertawa ngakak.
"Loh kok ngakak."
"Iya kak, bagiku itu lucu. Dia sudah lama tak menghubungiku, tiba-tiba mengajakku kawin."
"Dia beri waktu seminggu untuk berpikir."
Adeku kembali memasukan ekpresi orang tertawa ngakak.
"Ya baguslah kalau begitu."
"Terus."
Lima menit berlalu, adeku tak membalas. Aku pun tak sabar. It means wasting time. Sementara aku harus melanjutkan pekerjaanku. Pecakapan yang tak nyaman. Aku menuliskan saran untuknya.
"Cobalah pikirkan dengan baik. Saat masa menimbang itu habis, sebaiknya kamu sudah menemukan jawabnnya. Ya, atau tidak sama sekali. Bagi laki-laki jawaban itu penting."
"Jaga kesehatan, kk off dulu."
"Mikum."
Aku meninggalkan warnet dengan menyisakan sedikit pertanyaan.
"Dia pengin curhat, tapi kok ngobrolnya lelet."

Aku akan segera tahu apa yang sedang dipikirkan adeku. Aku ingat kebiasaan adeku. Dia akan menceritakan perasaannya di sebuah blog. Aku pernah membacanya. Ada beberapa testimoninya saat dia bertemu dengan seorang pria jurnalis di Bandung. Ia pun menceritakan perasaanya di sana. Adeku bercerita, kalau dia sangat sayang dengan pria jurnalis itu meski semua berawal dari sebuah percakapan di dunia maya. Ia pun sangat berharap bisa mewujudkan suka citanya itu di kesempatan mendatang.

Kali ini adeku juga mencurahkan perasaan yang ia rasakan, karena diajak meikah teman pria yang sempat memacarinya. Hubungannya renggang gara-gara si pria egois dan keras kepala, suka memaksakan kehendak dan tak perhatian. Sementara adeku, perempuan yang sangat ingin diperhatikan. Di catatan blognya, adeku mengungkapkan perasaanya. Dari isinya, nampaknya adeku sedang bersuka cita. Ia sangat bahagia karena pria yang lama ia anggap sudah pergi tak mengingatnya, ternyata mucul dengan memberikan sebuah kejutan. Pria itu berhasil memenuhi ambisinya menjadi seorang creator. Adeku sampai terharu bahkan menangis.

Catatan berikutnya, yang ia posting 19 Februari lalu, adeku memberi titel "Cinta itu..."Adeku mencurahkan kegirangannya. Dia mengungkapkan, penantian panjangnya ternyata tidak sia-sia karena pria itu akhirnya datang dan menyatakan cintanya. "akhirnya...ku menemukanmu...setelah sekian lama dengan penantianku yang ternyata tidak sia-sia. Meski hampir kulepas begitu saja kisah itu, kini kembali kuraih untuk ku nikmati. sungguh ajaib memang. justru di saat yang tak kusangka-sangka, dia kembali hadir mengisi kekosongan ini. Sungguh indah takdir yang di buat Alloh untuk ku. Bersyukur aku memiliki rasa ini."

Adeku, mengulang kegembiraannya dengan kalimat yang lain. Adeku, merasa seolah telah menemukan sosok yang akan membawanya ke jalan yang lebih baik. Dan setelah ajakan menikah itu muncul, adeku berpikir keras untuk memutusakannya.Di posting terakhir, adeku menuliskan sebuah syair lagu. Ceritanya tentang sebuah pujian seorang pria kepada perempuan yang dipuja, lalu mengajaknya menjalani kehidupan bersama. Begitu bahagianya adeku pun memberikan komentar "adalah aku jika sebait lagu ini dilantunkan seseorang yang berarti buatku. dengan senyum dan langkah seiring menuju surgaNya. seperti Dia yang kutunggu...."

Saat itu, aku berkesimpulan kalau adeku sangat bisa menerima kehadiran Badu kembali mengisi hatinya. Jadi, aku pun lega. Tak perlu khawatir, karena perasaan cinta adalah wajar. Dan adeku berhak untuk menetukan pilihan dan nasibnya sendiri. Dengan siapa dia akan menjalani kehidupannya kelak. Aku sebagai saudaranya, tak berhak mencampuri urusan pribadinya. Kalau pun diijinkan, tak lebih sebatas memberi saran.

Malam harinya sebelum tidur aku kirim SMS ke adeku.
"Lagi apa dek? Ada pria yang mengajak menikah adalah kabar baik. Pikirkan dengan baik. Jawaban 50:50 bukan jawban oran bijak."
Adeku tak membalas.Baru pagi harinya, sebuah SMS muncul di ponselku."Kak, aku bingung. Kalau dia cinta sama aku, setidaknya dia beri perhatian dan tidak cuekin aku. Setidaknya aku penting untuknya. Aku jadi sebel..."

Lha kok. Adeku ini sebenarnya kenapa? Di blog dia memuji-muji bahkan sampai berlumuran air mata segala. Lalu, merasakan kehadiran pria itu bak sebagai ksatria yang akan membawanya ke jalan yang baik. Lha sekarang kok bingung. Sebelumnya saat adeku berteman dekat dengan pria jurnalis di Bandung, ia juga menjawab dengan jawaban yang membingungkan. Adeku menjawab 50:50, alias bingung, saat ditanya jawaban atas niat baik pria jurnalis itu untuk mejalin kehidupan yang legal.

Adeku ini, bingung atau tak punya hati yang bisa diajak berdiskusi. Hati adalah kawan setia yang akan selalu memberikan pertimbangan. Dan sarannya tak akan pernah salah. Mestinya, kalau adeku punya hati, ia tak akan bingung lagi. Sampai kapan dek, mo bingung dan ragu terus?