SEJAK hari pertama masa kampanye pemilihan walikota Bandung aku menjadi sering ngomong soal pasangan Trendi (taufikurahman-Deni Triesnahadi alias Abu Syauqi). Maklum kerena tugasku menguntit Trendi. Mereka diusung PKS karena memiliki integritas dan komitmen yang baik untuk memperbaiki kehidupan masyarakat Kota Bandung, termasuk lingkungannya. Itu kata orang PKS. Awalnya aku hanya mengiyakan saja. Karena sebagai penulis koran tentu tak bisa mengira-ira, apalagi mengarang cerita seperti kebiasaan para cerpenis. Ah, tidak.
Faktanya, selama aku menguntit Trendi, mereka emang okay. Taufikurahman yang doktor jebolan kampus di Inggris jadi jaminan kopetensinya dalam mengelola pemerintahan yang baik. Dan sekarang ia menjadi dosen di ITB. Karena dia seorang akdemisi, tentu akan lebih mendengar omongan para ahli dalam proyek pembangunan infrastruktur kota. Itu juga yang ia janjikan. Tidak seperti pendahulunya yang kebanyakan berorientasi pada kepentingan kontraktor. Anda pasti melihat begitu banyak Mall tumbuh di Kota Bandung bukan? Karena lokasinya hanya beberapa meter dari pasar tradisional, maka, tamatlah riwayat pedagang miskin. Meski tak jaminan, aku melihat dia menajdi imam dan khatib sahat Jumat.
Sementara, Abu Syauqi sudah memberikan teladan dengan mendirikan Rumah Zakat Indonesia. Tahu kan? Lembaga yang selama ini dikenal dekat dengan masyarakat dalam program-program pemberdayaannya. So, masih lebih bagus ketimbang dua calon lain, Dada-Ayi dan Hudaya-Nahadi. Maaf bila subjektif. Meski itu faktanya, sebagai penulis saya tetap berusaha tidak terbawa arus, condong pada satu pasangan dan tidak professional dalam peliputan.
Hanya sekadar untuk meramaikan kantor, saya sering bercanda dengan mewacanakan kebaikan-kebaikan pasangan Trendi atau membawa atribut Trendi ke kantor. Timbulah protes-ptotes dari pendukung lain. Tapi itu juga bercanda, guyon.
Tapi, hari kemarin nampaknya serius. Ada pejabat kantorku yang berkomentar dengan muka serius saat kata-kata Trendi berulang-ulang keluar dari mulutku.
"Professional dong. Jangan jelek-jelekin yang lain. Atau kamu dipindah saja."
Hayah kok serius banget seh om. Kalau aku memihak, kan mudah saja dia menghentikannya. Dipangkas atau tak usah diterbikan saja tulisanku. Beres kan? Okay lah, karena dia emang tak punya selera humor. Atau, bisa jadi sedang ada masalah di keluarganya, atau jangan-jangan dia pendukung pasangan lain. Hahahaa.......alasan yang terakhir sepertinya jauh lebih beralasan.
"Iya, dia itu temannya incumbent," kata temanku.
Wowww..patesan, nesu. Jadi yang gak professional siapa? Kalau aku hanya sekadar bercanda, tapi dia malah main emosi (Perasaan).
Sebagai peliput, aku berusaha tidak akan membawa emosi dalam ruang politik. Toch aku tidak akan memilih karena aku tidak ber-KTP Kota Bandung. Itu sikapku sebagai wartawan.
Sikap pribadiku bagaimana? Aku akan memihak. Memihak pada salah satu calon yang memihak rakyat. Tidak hanya sekadar retorika atau omong kosong belaka. Saat ini mungkin perlu ujian, bukti dan teladan. Tapi setidaknya ada harapan baru pada pemimpin baru yang amanah dan memiliki itikad baik mengubur kemiskinan dan pendidikan mahal. Bukan pemimpin lama yang punya banyak pengalaman. Ya, pengalaman. Pengalaman kegagalan membangun Kota Bandung. Jika aku memilih, aku akan memilih Trendi. Hayah....bikin orang nesu saja.
1 comment:
Mas Wartawan?
saya punya LPK lembaga kursus
inginnya sih buka kursus jurnalistik
barang kali bisa bantu
utnuk info dunia jurnalistik atau punya silabus bekas pelatihan
makasih
Post a Comment