Friday, September 27, 2013

Wali Kota Sejati


Menjadi wali kota? Mengapa tidak. Anda boleh-boleh saja menjadi wali kota. Bahkan banyak orang mengidamkannya. Menjadi wali kota juga bukan pekerjaan dosa, tetapi mulia. Balasannya adalah syurga, karena amanah adalah tiketnya.

Warga Kota Bandung akan memilih wali kota, pemimpin mereka selama lima tahun ke depan. Sejumlah pasangan telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung. Siapa mereka? Ada delapan pasangan, Wawan Dewanta-Sayogo (independen), Wahyudin Karnadinata- Tonny Apriliani (independen), Budi Setiawan-Rizal Firdaus (independen), Bambang Setiadi- Alex Tahsin (independen), Edi Siswadi -Erwan Setiawan, Iswara-Asep Deddy, Ayi Vivananda- Nani Rosada, dan Ridwan Kamil-Oded M Danial.

Anda menginginkan wali kota yang seumpama dengan siapa? Kalau saya inginnya Kota Bandung nanti dimpimpin wali kota yang watak dan kinerjanya seumpama Salman Al Farizi, wali kota sebuah darah di Madinah, yang juga sahabat rasulullah Muhammad SAW.

Tentu saya punya alasan. Alasan yang amat mendasar dan jarang sekali dilakukan oleh para pemimpin di era modern ini, yakni tanggung jawab dan amanah. Sebuah kisah menceritakan, Salman akhirnya menerima jabatan wali kota setelah merenung lama. Ia menerima jabatan itu, tapi menolak menerima gajinya. Lalu dari mana dia menghidupi diri dan keluaranya? Tanpa rasa malu, dia menganyam daun pohon kurma untuk dibuat bakul atau keranjang. Lalu dijualnya seharga tiga dirham. Satu dirham dibelanjakan kembali untuk modal, satu dirham untuk menghidupi keluarganya, dan satu dirham lainnya disedekahkan. Cara berpakainnya pun sederhana. Demikian dengan rumahnya. Malah, ketika membangun rumah ia meminta kepada tukang batu untuk membangun sederhana saja.

"Tolong untuk membangun rumah saya jangan terlalu mewah, cukup yang sederhana saja," pesan Salman kepada tukang batunya.

Lalu bagaiaman dia memimpin rakyatnya? Dia memimpin dengan tauladan. Suatu ketika, ia menjumpai seorang laki-laki Suriah membawa sepikul buah Tin dan Kurma. Barang-barang itu terlalu berat untuk dipikulnya sendiri. Orang itu melihat ada laki-laki yang tampak seperti warga biasa dan berniat meminta bantuannya untuk memikul barang-barangnya.

Tanpa banyak bicara Salman langsung mengangkat dan berjalan bersama di tengah keramaian. Di perjalanan, dia menjumpai sekelompok orang dan memberi salam. Mendengar jawaban dari banyak orang, orang Suariah itu kebingungan. Sampai dia akhirnya mengetahui kalau orang yang mengangkat sepikul Kurma itu adalah seorang Amir di Madinah, dari orang-orang yang meminta menggantikan tugasnya mengangkat sepikul Kurma. Laki-laki Suriah itu gugup dan meminta maaf. Tapi, Salman tetap mengantarnya hingga sampai tujuan.

Apakah wali kota Bandung nanti akan seperti Salman? Ongkos politik untuk merebut menjadi penguasa Kota Bandung tidak murah. Mereka butuh ongkos untuk membuat sepanduk, membayar tim sukses dan pendukung, ongkos kampanye, ongkos mondar-mandir di sejumlah kegiatan warga, ongkos menjamu relasi, dan banyak ongkos lain yang akan menguras harta kekayaan. Akal sehat mengatakan sulit mendapati yang sedemikian lurus mengingat ongkos politik yang begitu bejibun besarnya.

Silakan saja mengambil hak gaji dan tunjangan, tapi uang rakyat jangan. Uang rakyat kembalikan ke rakyat untuk perbaikan jalan, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas publik lainnya. Sebagai warga Kota Bandung saya tetap yakin akan ada pemimpin yang amanah dan mengesampingkan kepentingan pribadi dan keluarganya. Karena saya yakin mereka tidak ingin dicap sebagai wali kota gagal yang tak bisa membereskan kemacetan, semrawutnya pedagang kaki lima (PKL), dan pengembang nakal yang membangun di daerah resapan air dan kawasan terlarang. Rakyat akan membantu dan tatat kepada wali kota yang benar-benar bersih dan ingin melayani rakyatnya, bukan menjadi raja. Karena yang demikian adalah wali kota sejati. (*)

Selasa, 19 Maret 2013, 5:42:56 sore

No comments: