Ongkos untuk anggota dewan di daerah besarannya variatif, mulai dari Rp 300 juta sampai Rp 500 juta. Bahkan bagi mereka yang rajin melakukan kegiatan di lapangan, ongkosnya bisa lebih besar lagi. Anda yang rakyat kebanyakan tidak usah melongo. Bagi mereka uang bukan perkara yang sulit. Kalaupun harta kekayaan tidak cukup, demi menjadi wakil rakyat mereka bakal rela berutang ke sana ke mari.
Memangnya untuk apa uang sebanyak itu? Banyak kegiatan yang memerlukan biaya tinggi, di antaranya melakukan kunjungan ke daerah yang diwakili, sosialisasi, ongkos kegiatan sosial, biaya kampanye, dan yang paling banyak menyedot uang adalah membayar saksi di tiap tempat pemungutan suara (TPS) ketika pemilihan berlangsung.
Wakil Bendahara Umum Partai Golkar yang juga anggota DPR Bambang Soesatyo menyebut ongkos saksi kisaran Rp 50 ribu hingga Rp 100.000. Kalau dalam satu daerah pemilihan ada 5.000 sampai 10.000 TPS, berapa banyak uang yang harus disediakan oleh seorang calon anggota legislatif (caleg)? Silakan Anda hitung sendiri.
Di Indonesia, operasional partai memang belum bisa mandiri. Hampir semua ongkos kegiatan operasionalnya dibiayai oleh negera dan anggotanya, termasuk mereka yang mewakili Anda di gedung dewan. Karena tidak mandiri, maka para anggota dewan rawan melakukan penyimpangan.
Untuk apa? Untuk membantu keuangan partai dan mengembalikan ongkos politik yang membuat Anda melongo itu. Orang alim yang beruntung menjadi wakil rakyat kemudian menjadi koruptor bukan sesuatu yang rahasia. Anda bahkan bisa jadi sulit menghitung berapa banyak anggota dewan yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tersandung kasus korupsi.
Sekadar mengingatkan, KPK pernah menetapkan anggota DPR karena dugaan penyimpangan proyek pengadaan Al Quran di tahun 2012. Di tahun yang sama, KPK juga menjadikan mantan puteri Indonesia yang juga anggota DPR menjadi tersangka proyek wisam atlet SEA Games di Sumatera Selatan dan poyek di Kemendikbud. Kasus ini kemudian menyeret banyak anggota dewan menjadi tersangka, termasuk ketua partai penguasa negeri ini. Belakangan yang paling mengejutkan ada presiden partai yang juga anggota DPR ditangkap KPK karena tersangkut kasus dugaan suap impor daging. Berita penangkapan presiden partai berasas Islam ini mengejutkan karena sama sekali tak terprediski. Anda bisa jadi marah karena sangat berharap beliau bisa banyak melakukan perubahan di tengah-tengah banyaknya isu korupsi. Nyatanya?
Wakil rakyat di daerah yang kemudian berlabel narapidana juga tidak sedikit. Kalau ditelusuri, relasi antara biaya politik tinggi dan penyimpangan di gedung dewan mungkin akan ketemu.
Di laman tempo.co, Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda menyatakan, tingginya biaya politik Pemilu 2014 bakal berdampak pada korupsi politik di Indonesia. Ongkos politik, kata Hanta, wajib dibatasi dan dipantau oleh pemerintah.
"Banyak motif yang melatarbelakangi calon anggota legislatif mau menggelontorkan uangnya. Mereka paham partai butuh uang banyak," ujar Hanta.Menurutnya, tidak sedikit dari caleg yang berharap uangnya kembali. Ada juga yang ingin mendapatkan akses lebih atas kekuasaan dan status sosial.
Sekarang kita pun sudah amat sulit menemukan baliho, spanduk, atau poster caleg, yang mencantumkan slogan "Jujur, Bersih, dan Amanah." Paling banter menuliskan, "Bekerja untuk Rakyat."
Lalu, apakah tidak ada caleg jujur dan bersih? Tentu saja masih ada. Tapi jumlahnya tidak banyak karena harus bersaing dengan banyak caleg yang punya ongkos politik tinggi. KPK telah banyak memberi pelajaran. Memilih memang tidak mudah, butuh usaha keras untuk menguliti mereka jika tak ingin salah memlih. Jika Anda tak melihat ada niat baik menjadi wakil rakyat, Anda tahu cara menghukumnya. Coret!
No comments:
Post a Comment