Friday, September 27, 2013

Karena Mencintai Dul


OBROLAN anak laki-laki bungsu musisi Ahmad Dhani, Abdul Qodir Jaelani alias Dul, mengantarkan pacarnya ke Bogor, Jawa Barat, pulang pada Sabtu (7/9), dan berakhir dengan cerita tragis, tak hanya menjadi obrolan ibu-ibu di warung sayur. Tapi, sehari setelah kejadian itu, cerita itu juga mampir ke teras Masjid As-Shiddiq, Ujungberung.

Kajian tafsir Quran selepas salat suhuh bertambah panjang. Tema kecelakaan yang menimpa Dul di kilometer 8 Tol Jagorawi, arah ke Jakarta, saat mengendarasi mobil Mitsubishi Lancer Evo X dengan kecepatan tinggi, lalu oleng dan menabrak pembatas jalan hingga menyeberang ke jalan sampingnya, tiba-tiba muncul. Apa menariknya? Karena kecelakaan itu mengakibatkan enam orang meninggal dunia dan sembilan orang dirawat di rumah sakit.

Mereka tak cukup mengerti mengapa anak baru berusia 13 tahun dengan leluasa keluar rumah membawa mobil dan bebas kencan dengan kekasihnya. Usia yang setara dengan pelajar SMP kelas satu. Bagi kebanyakan orangtua, anak seusia itu sangat tidak lazim untuk melakukan kencan. Meskipun memang ada banyak survei yang menyebutkan banyak anak-anak remaja telah terjebak pada pegaulan seks bebas.

Keheranan itu terjawab dengan adanya konfirmasi keluarga Dhani yang menyebutkan pihak keluarga tidak pernah mengizinkan Dul keluar rumah membawa mobil sendiri. Tapi, pada malam nahas itu, sang sopir yang biasa mengantarkan Dul sedang libur.

Tapi, diskusi pagi itu tetap saja tidak membenarkan alasan tersebut. "Ah bisa saja itu alibi keluarga," komentar jemaah salat Subuh. "Itu alasan agar Dul atau Dhani bebas dari jeratan hukum."

Seperti diketahui, belakangan Dul dijerat dengan Pasal 310 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Statusnya pun menjadi tersangka.

Sang Ustaz memberi prespektif lain soal bagaimana Dhani memperlakukan anaknya seteleh bercerai dengan Maiya Estianti, ibu kandung Dul. Menurutnya, setiap orangtua yang hidup dengan gelimang harta, sangat mudah terjebak untuk memberi banyak fasilitas kepada anak-anak. Terlebih waktu yang disediakan orangtua, ayah atau ibu, untuk anak-anak sangat sedikit. Bahkan untuk sekadar bertanya sudah salat atau belum, sudah makan atau belum, PR sudah dikerjarakan atau belum pun tak ada. Orang tua dengan aktivias padat di luar rumah lebih banyak menjanjikan hadiah ketimbang mengajarkan salat atau bersedekah. "Barangkali itu bentuk kasih sayang, atau kompensasi karena tidak bisa bersama dengan anak-anak. Dan ketika kita dalam posisi seperti Dhani, punya banyak harta, bisa saja kita akan melakukan itu, karena ingin membahagiakan anak."

Sang Ustaz tidak sedang membela Dhani, tapi melihat kenyataan bahwa manusia lebih mencintai dunia, harta, istri, anak-anak, jabatan, ketimbang mencintai Allah SWT. Buktinya, banyak anak bukati, wali kota, gubernur, dan bahkan menteri, berpilaku sama seperti anak Dhani. Artinya, orang miskin tak perlu heran dengan yang demikian, karena fitrah orang memiliki jabatan dan berlimlah harta akan cenderung demikian. Mengapa banyak orang melakukan korupsi? Satu dari sekian banyak alasan, bisa jadi karena anak. Mereka ingin membahagiakan anak dengan banyak harta. Atau ketakutan anak akan hidup sengsara kelah kalau tak punya banyak harta.
Mereka yang istikomah menempatkan cinta dunia setelah cinta kepada yang pemipik jiwa, hanyalah sebagian kecil. Tidak banyak jumlahnya.

Soal cinta yang berlebihan pada anak-anak, Allah SWT telah mengingatkan kita dalam peristiwa nabi Ibrahim dan anaknya Ismail. Allah SWT memerintahkan Ibrahim menyembelih Ismail. Padahal, Ibrahim sedang sangat bergembira setelah beratus tahun menunggu kelahiran sang anak. Allah SWT kemudian menggantinya dengan seekor domba, karena ketaan keduanya atas perintah Allah. Peristiwa itu bisa dimaknai bahwa Allah SWT tak menginginkan manusia terlena dengan yang dimilikinya dan melupakan Tuhan. Karena yang demikian akan membawa dalam kesesatan. Allah sebaik-sebaiknya tempat untuk kembali. (*)

No comments: